MANGGARAI BARAT, 4 November 2024 – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan rencana ambisius untuk memperluas portofolio produk derivatifnya dengan meluncurkan foreign index futures. Langkah ini diharapkan dapat memberikan alternatif menarik bagi investor pasar saham Indonesia.
Saat ini, BEI sudah memiliki lima produk derivatif, termasuk IDX LQ45 Futures dan Indonesia Government Bond Futures. Namun, produk terbaru, Single Stock Futures, baru akan resmi diluncurkan pada pertengahan November 2024, meskipun transaksi produk ini telah dimulai sejak 22 Juli 2024 setelah PT Binaartha Sekuritas mendapatkan lisensi derivatif.
Jeffrey Hendrik, Direktur Pengembangan BEI, menjelaskan bahwa produk baru ini bertujuan untuk memberikan lebih banyak pilihan bagi investor. "Dengan foreign index futures, investor tidak hanya akan memiliki eksposur terhadap saham dan indeks domestik, tetapi juga dapat mengakses pergerakan indeks luar negeri," ujar Jeffrey dalam sebuah wawancara di Labuan Bajo.
Meskipun menawarkan potensi imbal hasil yang lebih tinggi, Jeffrey mengingatkan bahwa produk derivatif, termasuk foreign index futures, lebih cocok untuk investor berpengalaman karena melibatkan penggunaan leverage yang tinggi, sehingga risiko yang terkait juga meningkat.
Terdapat dua alasan utama di balik peluncuran foreign index futures ini. Pertama, pertumbuhan jumlah investor yang semakin meningkat memerlukan alternatif produk yang lebih beragam. Kedua, produk sejenis sudah ada di bursa berjangka yang berada di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Dengan adanya perubahan regulasi yang akan memindahkan pengawasan keuangan derivatif ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Januari 2025, BEI berupaya memanfaatkan momentum ini untuk memperkenalkan produk baru.
Jeffrey juga menekankan pentingnya izin lisensi dari pemilik indeks untuk menerbitkan foreign index futures. Saat ini, BEI sedang dalam tahap diskusi dengan pemilik dua indeks yang menjadi target, yaitu Hang Seng di Hong Kong dan Nikkei 225 di Jepang. "Kami memilih Hong Kong dan Jepang karena memiliki karakteristik perdagangan yang mirip dengan Indonesia dan pasar yang cukup likuid," tambahnya.
Namun, Jeffrey juga mencatat adanya risiko bahwa pemilik indeks Hang Seng dan Nikkei 225 mungkin tidak memberikan izin. Sebagai langkah cadangan, BEI telah mempertimbangkan untuk menggunakan indeks internasional lainnya, seperti FTSE atau MSCI, jika izin tidak diperoleh.
Dengan inisiatif ini, BEI berkomitmen untuk terus meningkatkan daya tarik pasar modal Indonesia dan memberikan lebih banyak pilihan investasi bagi para investor, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam peta investasi global.